PENERAPAN METODE "TA'LIMUL-MUTA'ALLIM" DALAM DUNIA PENDIDIKAN
OLEH : M. GHAFUR HASBULLAH*, Zonapostindonesia.com - Baru-baru ini, instansi pendidikan Islam digegerkan dengan tertangkapnya seseorang yang notabenenya sebagai pengajar. Herry Wirawan, pengurus sekaligus pemilik Pondok Tahfiz al-Quran, tega memperkosa belasan santriwatinya di berbagai tempat. Salah satunya di rumah Tahfidz Madani miliknya, lokasi dimana korban belajar dan menghafal Al-Qur'an, tepatnya di kota Bandung.
Belum
hilang berita menyedihkan tersebut, kembali mencuat kasus pencabulan yang
melibatkan siswi-siswi remaja, kali ini pelakunya adalah seorang guru sekolah
Madrasah Tsanawiyah (MTs) yang juga pengasuh pesantren asal Kecamatan
Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Aksi
perbuatan bejat oknum ustad tersebut dilakukan di sebuah kobong pondok
pesantren yang diasuhnya. Tercatat sudah ada 5 orang santriwati yang menjadi korban
cabul ustad bernama Anwar Sidik. Padahal, sebelumnya kasus serupa telah terjadi
di Trenggalek. Dan ternyata, predator-predator bersongkok masih gentayangan di kawasan
lembaga pendidikan Islam.
Deretan
kasus di atas seakan mempertanyakan sebuah instansi keagamaan, bagaimana mungkin
sebuah lembaga keagamaan yang notabene mengajarkan akhlak budi yang
mulia, justru sebaliknya ? Pun juga pendidiknya, ia yang dilabeli ustadz,
mestinya lebih fasih terkait perilaku baik, namun justru ia pelaku kefasikan ?
Dampak kasus tersebut pastinya menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap institusi agama, pudarnya marwah seorang pendidik agama akibat perilaku
buruknya.
Pada
umumnya, masyarakat berkeinginan memberikan pendidikan anaknya dengan yang
terbaik, tidak hanya bekal agama, namun pengetahuan duniawi harus dipegangnya,
terlebih lembaga tersebut berbiaya standart, gratis, dan mendapatkan macam-macam
kebutuhan sekolah.
Sejurus
kemudian, para orang tua tidak menyadari, yang terpenting ialah sanad ilmu dari
tersebut. Oleh karenanya, pendidikan yang label luarnya semacam Islamic
Boarding School, Madani School, Rumah Tahfzd, Pendikan Terpadu,
banyak diminati masyarakat. Berdasarkan cassing yang nampak, seakan-akan
memberikan harapan dan jaminan masa depan yang cerah.
Dalam
kaca mata agama, puncak pencarian ilmu ialah terciptanya akhlak mulia,
pembersihan jiwa, dan turunnya hidayah. Oleh karenanya, tujuan mulia tersebut
tidak berlandaskan teori dunia, yaitu desain sekolah modern,
sistem yang canggih, dan corak Islami yang mencolok.
Akan
tetapi, lebih dari itu pendidiknya haruslah sudah memiliki kriteria ahlul
ilmi wal amal. Karenanya, metode memilih dan memilah ilmu pengetahuan
sebagaimana diterangkan dalam kitab "Ta'limul Muta'allim"
karya Syeikh Zarnuji, haruslah diedukasikan kepada masyarakat luas, khususnya
para pencari ilmu.
Diterangakan
dalam "Ta'limul-Muta'allim", tahapan awal ialah
mengklarifikasi ilmu pengetahuan, yaitu kategori ilmu fardlu 'ain, dan
kategori fardlu kifayah. Selanjutnya, dalam mencari ilmu, niatlah yang
baik, dijelaskan di sana, bahwasanya niat merupakan landasan setiap perbuatan.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya sahnya amal sesuai dengan
niatnya" (Hadis Shahih).
Langkah
selanjutnya bagaimana memilih dan memilah ilmu, guru, dan teman. Imam Zarnuji
mengatakan, dianjurkan untuk mereka yang menapaki pendidikan, carilah
pengetahuan yang akan membawa maslahat bagi dirinya, ilmu pengetahuan
agama, dan ilmu yang bisa menegakkan agama di masa sekarang hingga besok di waktu
mendatang.
Dilanjutkan
lagi ialah, pilihlah guru pendidik yang jelas, yaitu jelas ilmunya, jelas
sanadnya, dan termasuk ahlil ilmi wal 'amal. Selanjutnya, beberapa
kewajiban-kewajiban mereka saat sudah dalam proses mencari ilmu, seperti tekun
belajar, istiqomah, taat kepada guru, dan perilaku-perilaku yang berkaitan
dengan proses pembelajaran.
Spirit
untuk hidup sukses dunia dan akhirat dengan mengenyam pendidikan adalah suatu
hal yang wajar. Pada kenyataannya, dengan pengetahuan orang akan dibawa pada
porsi kedudukan mulia. Allah sendiri menegaskan, bahwasannya orang-orang yang
berpengetahuan akan ditinggikan derajatnya. Maka tidak heran, menjamurkan
macam-macam pendidikan yang menampilkan kemasan agamis, dengan balutan sistem
lengkap, dan berbagai kegiatan keagamaan.
Ironisnya,
kemasan-kemasan tersebut terkadang tidak memiliki sanad keilmuan yang jelas,
imbasnya, masyarakat awam yang kurang begitu memperhatikan hal tersebut,
justru terkecoh tampilan, dan pada akhirnya, tindak asusila, kekerasan, kerap
terjadi.
Mengaca
kasus asusila dari oknum guru agama, sudah seharusnya kita semua kembali pada
sistem pendidikan yang diterapkan para ulama dulu, sebagaimana dijabarkan oleh Imam
Zarnuji dalam karyanya tersebut.
Pendidikan
yang tidak hanya bertumpu pada kecerdasan IQ saja, namun juga kecerdasan
spiritual, kecerdasan yang membimbing pelakunya dalam ketaatan pada agama, juga
kesadaran akan kehidupan setelah kematian.
Menutup
catatan ini, pentingnya apa yang disampaikan oleh imam Ali, sebagaimana
tertulis dalam "Ta'limul-Muta'allim", beliau berkata, "Ilmu
tidak akan didapati, melainkan dengan enam perkara, yaitu cerdas, semangat,
sabar, biaya, petunjuk guru, dan masa waktu yang lama. Kiranya, metode yang
sudah diimplementasikan oleh ulama-ulama dahulu, sudah saatnya terekam untuk
khalayak masyarakat awam, masyarakat yang menginginkan putra-putrinya mengenyam
pendidikan bersasis dunia dan akhirat.
*Penulis:
Alumnus PP. Lirboyo - Kediri tahun 2012.
Aktif sebagai pengajar Madrasah Diniyah di Pondok Pesantren
Darul Fikri, Pondok Pesantren Nurul Dhalam Kecamatan Wringin Bondowoso, dan
sebagai pengusaha di bidang kerajinan “Tirai Bambu”.
0 Comments: