OLEH : AYOPRI AL JUFRI*
Zonapostindonesia.com - Tulisan ini saya mulai dari satu cerita, rekan
saya dari salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Anti Korupsi, sebut saja
namanya inisial (IL) suatu hari menemui seorang Bupati di sebuah kabupaten,
dimana Bupati tersebut dikenal jujur dan transparan karena berlatar belakang
pesantren, dan itu diakui publik juga orang dekatnya memang tidak pernah neka-neko soal anggaran.
Rekan saya dari LSM tersebut, sangat berani
dialog empat mata dengan tema khusus Korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), isi dialognya berikut :
IL : Bapak Bupati yakin selama ini tidak
melakukan Korupsi ?
Bupati : Iya benar, saya bekerja sudah
berdasar undang-undang dan aturan lainnya yang mengikat, serta betul-betul
melakukan transparansi anggaran, itu bisa dicek secara administratif, dan
kabupaten ini sudah beberapa kali meraih Predikat Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
IL : Benar pak, Secara rasional dan
administratif memang tidak diragukan, bahkan perilaku Bapak dalam memimpin memang
dikenal jujur dan transparan. Namun korupsi itu bukan hanya soal kejujuran
pribadi, dan transparansi administratif pak. Korupsi sesungguhnya adalah dimana
seorang pemimpin juga membiarkan bawahan memiliki kesempatan melakukan
pelanggaran dengan mengeruk kekayaan negara.
Misalnya Bapak tidak korupsi secara pribadi,
namun bawahan bapak melakukan manipulasi anggaran atau penyimpangan pembelanjaan
dimana itu tidak terlihat secara administratif, dan secara audit itu lolos,
padahal korupsi itu bukan hanya soal hukum tapi juga soal etika.
Selain itu juga soal wewenang, secara tidak
langsung, jika ada praktek manipulasi administratif agar terhindar audit juga
atau ada perilaku mencuri anggaran secara sembunyi tidak terdeteksi oleh
penegak hukum, itu juga korupsi pak.
Jika itu dibiarkan dan disetujui oleh bapak,
sama halnya secara tidak langsung bapak melakukan korupsi, karena bapak tidak
memeriksa secara seksama tentang penggunaan anggaran. Lebih-lebih jika bapak
ikut tandatangan dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Pembelanjaan anggaran.
Bupati : Wah kalau begitu korupsi itu luas ya
mas ?
IL : Tentu sangat luas bapak, intinya begini,
jangan anggap korupsi itu hanya sebatas mengambil uang negara secara tidak sah,
dengan memberikan peluang korupsi (celah) kepada bawahan itu sama halnya
membiarkan, atau bisa dikategorikan menyalahgunakan wewenang jika itu ada
temuan pak.
Bupati : Kalau begitu, sangat besar tanggung jawab
kepala daerah, ya mas ?
IL : Tentu iya pak, itulah pentingnya leadership yang
mumpuni sesuai kapasitas, kapabilitas, profesional, akuntable, harus
betul-betul teliti dengan semua yang jadi tanggungjawabnya.
Demikian isi cerita singkat sebagai bahan
cuplikan saja, tentu isi dialog di atas dapat dipahami secara umum. Namun agar
tulisan ini terarah sesuai koridor hukum, kurang lengkap rasanya jika tanpa
dilengkapi dalil-dalil hukum dan argumen.
Kita mungkin banyak mendengar atau membaca
berita tentang tindak pidana korupsi, tentu kata korupsi di telinga masyarakat
sudah tidak asing lagi. Masyarakat sampai saat ini masih memiliki satu
pemahaman secara umum tentang maksud korupsi, dimana hal itu terdoktrin sendiri
dengan banyaknya penegakan hukum terhadap oknum yang dianggap korupsi, baik
kasus korupsi Operasi Tangkap Tangan (OTT) atau kasus pengembangan.
Dalam sudut pandang agama Islam ada sebuah
hadist Nabi Muhammad SAW yang dianggap relevan dikorelasikan dengan tema
Korupsi.
ØَدَّØ«َÙ†َا الْØ£َسْÙˆَدُ بْÙ†ُ عَامِرٍ ØَدَّØ«َÙ†َا
Ø£َبُÙˆ بَÙƒْرٍ ÙŠَعْÙ†ِÙŠ ابْÙ†َ عَÙŠَّاشٍ عَÙ†ْ Ù„َÙŠْØ«ٍ عَÙ†ْ Ø£َبِÙŠ الْØ®َØ·َّابِ عَÙ†ْ
Ø£َبِÙŠ زُرْعَØ©َ عَÙ†ْ Ø«َÙˆْبَانَ Ù‚َالَ Ù„َعَÙ†َ رَسُولُ اللَّÙ‡ِ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ
عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ الرَّاشِÙŠَ ÙˆَالْÙ…ُرْتَØ´ِÙŠَ ÙˆَالرَّائِØ´َ ÙŠَعْÙ†ِÙŠ الَّذِÙŠ
ÙŠَÙ…ْØ´ِÙŠ بَÙŠْÙ†َÙ‡ُÙ…َا
Artinya: "Telah menceritakan kepada
kami Al Aswad bin 'Amir telah bercerita kepada kami Abu Bakar bin 'Ayyasy dari
Laits dari Abu Al Khoththob dari Abu Zur'ah dari Tsauban berkata; Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam melaknat orang yang menyuap, yang disuap dan
perantaranya (broker, makelar)."
Secara tekstual hadist di atas sebetulnya
tidak menyebut korupsi, justru kalimat di atas lebih spesifik pada perilaku
Suap/ Risywah, karena pengertian korupsi menurut Undang-undang seperti berikut.
Pengertian korupsi secara luas adalah setiap
perbuatan yang buruk atau setiap penyelewengan. Namun dalam perspektif hukum,
Tindak Pidana adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam ilmu hukum pidana, suatu perbuatan dapat
dikategorikan suatu perbuatan tindak pidana apabila telah memenuhi unsur-unsur
pidana (strafbaar feit) yaitu pertama, adanya perbuatan manusia (positif
atau negatif, melakukan atau tidak melakukan atau membiarkan). Kedua,
adanya ancaman pidana dalam rumusan Perundang- Undangan (statbaar gesteld)
sebagai syarat Formal. Ketiga, bersifat Melawan hukum (onrechtmatig)
sebagai syarat Materil.
Jadi sebagai contoh, salah satu bentuk tindak pidana korupsi terkait keuangan Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak pidana Korupsi adalah memenuhi syarat-unsur dalam Pasal-Pasal tersebut yaitu sebagai berikut:
a.
Adanya perbuatan melawan hukum
b.
Adanya kewenangan, kesempatan,
atau sarana,
c.
Memperkaya diri sendiri, orang
lain, atau korporasi, dan
d.
Merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara;
Definisi korupsi, bentuk-bentuk dan
unsur-unsurnya, serta ancaman hukumannya secara gamblang telah dijelaskan dalam
13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi .
Berdasarkan pasal-pasal tersebut korupsi
korupsi adalah dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal
tersebut dijelaskan secara rinci mengenai perbuatan-perbuatan yang bisa
dikenakan pidana penjara karena korupsi. Tiga puluh bentuk tindak pidana
korupsi, tersebar dalam tiga belas pasal.
Ketiga puluh bentuk tindak pidana korupsi
tersebut diatur dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat
(1) huruf b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf
b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal
7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d, Pasal 7 ayat (2), Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b, Pasal 10 huruf c, Pasal 11, Pasal 12
huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 12 huruf c, Pasal 12 huruf d , Pasal 12 huruf
e, Pasal 12 huruf f, Pasal 12 huruf g, Pasal 12 huruf h, Pasal 12 huruf i,
Pasal 12 B jo. Pasal 12 C, dan Pasal 13.
Ketiga puluh tindak tindak pidana korupsi
tersebut pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tujuh jenis yaitu:
1. Terkait keuangan negara/perekonomian
Negara,
2. Suap-menyuap,
3. Penggelapan dalam jabatan,
4. Pemerasan,
5. Perbuatan curang,
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan dan
7. Korupsi terkait gratifikasi.
Pengertian Korupsi menurut para ahli :
1. Nurdjana (1990) Menurut
Nurdjana, kata korupsi yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “corruptio” yang
berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral,
menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama, mental dan juga memiliki
hukum.
2. U No. 20 Tahun 2001 Dalam UU
No. 20 Tahun 2001 korupsi merupakan tindakan melawan hukum yang bertujuan untuk
diri sendiri, atau korupsi juga dapat mengakibatkan kerugian suatu negara atau
perekonomian negara.
3. UU No 24 Tahun 1960 Dalam UU
No.24 Tahun 1960 korupsi merupakan perbuatan seseorang yang telah melakukan
kejahatan atau dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau otoritasnya.
4. Kartono (1983) Kartono
mendefinisikan korupsi yaitu tingkat laku salah satu individu yang berwenang
dan jabatan yang digunakan untuk mengeruk keuntungan demi kepentingan pribadi,
dan atau merugikan kepentingan umum dan negara.
5. Haryatmoko Pengertian Korupsi
Menurut Haryatmoko adalah mencoba untuk menggunakan kemampuan mereka untuk
melakukan intervensi karena posisi mereka untuk menyalahgunakan informasi,
keputusan, pengaruh, uang atau kekayaan untuk keuntungan mereka sendhukuma
6. Kamus Hukum Hitam Pengertian
Korupsi Menurut Black's Law Dictionary adalah perbuatan yang dilakukan dengan
tujuan untuk memberikan keuntungan tidak resmi dengan menggunakan hak pihak
lain, yang sesuai dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya
sendiri atau orang lain, yang bertentangan dengan kewajibannya dan hak pihak
lain.
7. UU No.31 Tahun 1999 Dalam UU
No.31 Tahun 1999 korupsi yaitu tingkah laku setiap orang yang sengaja melawan
hukum untuk melakukan perbuatan yang tidak baik bertujuan untuk diri sendiri
atau orang lain suatu perusahaan yang mengakibatkan kerugian keuangan terhadap
negara atau perekonomian negara.
8. Syekh Husein Alatas Definisi
korupsi dari Syekh Hussein Alatas yaitu subordinasi kepentingan umum yang
digunakan untuk kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma, tugas, dan
kesejahteraan umum, yang telah diakui dengan kerahasiaannya, makar, penipuan,
dan tidak mengetahui konsekuensi yang diderita oleh masyarakat.
9. Mubyarto Definisi korupsi dari
Mubyarto adalah suatu masalah politik lebih dari pada ekonomi yang menyentuh
keabsahan atau legitimasi pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik
dan para pegawai pada umumnya. Akibat yang akan ditimbulkan dari korupsi ini
yakni berkurangnya dukungan pada pemerintah dari kelompok elit di tingkat
provinsi dan kabupaten.
10.
Gunnar Myrdal Definisi korupsi
dari Gunnar Myrdal yaitu suatu masalah yang terjadi di pemerintahan kebiasaan
pelaku untuk melakukan penyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan untuk korupsi
dan tindakan yang melanggar hukum.
Tindakan dalam pemberantasan korupsi biasanya
dijadikan alat untuk pembenaran utama terhadap KUP Militer. Dari semua definisi
korupsi, intinya adalah, sebuah perbuatan melawan hukum, maupun etika yang
dapat merugikan negara secara keuangan/materi, terlepas itu dengan motif apa
saja, tentu terkait suap juga masuk dalam kategori korupsi, karena dengan
adanya suap dapat merubah kebijakan sehingga mengakibatkan kerugian negara.
*Profil Penulis: Alumni STAIN (UIN Khas)
Jember, sekarang aktif di Lembaga Bantuan Hukum Adikara Pancasila Indonesia
(LBH API), juga sebagai Biro Hukum Media Berita Online Nasional Zona Post
Indonesia.
0 Comments: