OLEH : AYOPRI AL JUFRI*
Banyak
temuan dikalangan masyarakat, ketika mengalami masalah hukum tidak tahu caranya
harus kemana meminta bantuan, kebingungan itu disebabkan karena minimnya
pengetahuan tentang hukum, selain itu juga masalah hukum cukup menyita waktu
dan pikiran, baik yang terkena masalah hukum maupun pihak keluarga, selain itu
persoalan biaya dalam menjalani proses hukum juga cukup besar, mulai biaya
transportasi, hingga jasa pendampingan, pembelaan hukum oleh Kuasa Hukum.
Mengapa
harus ada biaya pendampingan, pembelaan hukum?. Untuk menjawab ini perlu saya
paparkan secara pajang dalam tulisan ini, namun nanti saya akan sajikan pula
solusi mendapatkan pendampingan, pembelaan hukum secara Prodeo (Gratis).
Yang
pertama, pendampingan, pembelaan hukum membutuhkan biaya cukup besar. Kita
harus tahu biaya itu untuk apa saja, yang jelas, bagi Penerima Kuasa Hukum
(Advokad / Pengacara) adalah sebuah keharusan adalah Sarjana Hukum yang telah
memiliki Sertifikat Pendidikan profesi, dan harus lulus tes sebagai Advokad /
Pengacara, setelah itu baru proses sumpah kemudian memiliki SK (Surat
Keputusan) praktek beracara. Oleh karena itu, menjadi praktisi hukum itu
memerlukan proses legal formal yang cukup panjang, dan juga membutuhkan biaya
cukup banyak, selain itu para profesi Advokad / Pengacara memiliki keluarga
yang harus dinafkahi dengan cara bekerja sebagai praktisi hukum tersebut.
Selain
proses legal formal profesi yang cukup panjang, seorang praktisi hukum juga
memerlukan biaya operasional dalam melakukan pendampingan, tidak jarang
pendampingan hukum itu keluar kota bahkan keluar negeri, sedangkan para praktisi
hukum tersebut tidak mendapatkan gaji dari pemerintah, karena memang bukan
pejabat atau penyelenggara negara.
Dengan
melihat realita lapangan seperti urain diatas, kita dapat pahami persoalan
hukum yang menimpa seseorang cukup menyita waktu, tenaga dan biaya, terutama
keluarga, maka dari itu diperlukan ahli yang memang betul-betul profesional,
kompeten, pengalaman luas, adapun profesi yang dibolehkan oleh Undang-undang,
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 adalah Advokad, selain
itu jasa Pendampingan, pembelaan hukum di depan sidang dilarang dan tentu
ditolak oleh hakim.
Kedua
pendampingan/ pembelaan Hukum Gratis (Prodeo), itu telah diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian
Pelayanan Hukum bagi Masyarakat tidak mampu di Pengadilan. Dasar hukum ini
merupakan angin segar bagi masyarakat tidak mampu apabila mengalami masalah
hukum agar menemukan solusi.
Masyarakat
umum Harus tahu tentang ini, terutama organisasi kemahasiswaan dan organisasi
masyarakat, dimana peran sosial dalam memberikan arahan kepada masyarakat,
bahwa ada cara pendampingan, pembelaan hukum secara Gratis, bagi masyarakat
tidak mampu, baik itu Perkara Perdata, Pidana maupun perkara lain.
Bahwa
betul masyarakat yang tidak mampu membayar jasa advokat, dapat mendapatkan
jasanya secara gratis. Ada dua cara untuk mendapatkan jasa advokat secara
gratis, pertama meminta bantuan hukum (legal aid) ke Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) atau organisasi kemasyarakatan. Kedua, meminta bantuan hukum secara
cuma-cuma kepada advokat (pro bono). Perlu kita pahami terlebih dulu
perbedaannya.
Pertama,
istilah bantuan hukum (legal aid) dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, didefinisikan sebagai jasa hukum yang
diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan
hukum.
Sedangkan
istilah bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono) adalah jasa hukum yang
diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian
konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak
mampu, yang mengacu pada Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun
2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma
sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat.
Maka
perlu dipahami dan dibedakan terlebih dahulu definisi tersebut. Menurut Luhut
M.P. Pangaribuan dalam artikel Perbedaan Pro Bono dengan Bantuan Hukum (Legal
Aid), bantuan hukum merupakan derma atau kebijakan bidang kesejahteraan sosial
dari pemerintah, sementara pro bono berasal dari value system para advokat yang
harus menjaga kehormatan profesinya itu.
Meminta
Bantuan Hukum (Legal Aid) Kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Bantuan
Hukum (legal aid) diberikan kepada penerima bantuan hukum yang menghadapi
masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun
non-litigasi. Pemberi bantuan hukum memberikan bantuan hukum yang meliputi
menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan
hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum.
Legal
aid diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) dan
dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum untuk membantu penyelesaian
permasalahan hukum yang dihadapi penerima bantuan hukum.
Jika
melihat secara cermat, legal aid lebih spesifik karena terbatas kepada pemberi
bantuan hukum, yaitu adalah lembaga bantuan hukum (LBH) atau organisasi
kemasyarakatan yang memberi layanan dan melaksanakan bantuan hukum berdasarkan
UU Nomor 16 tahun 2011. syaratnya adalah:
1.
Berbadan hukum
2.
Terakreditasi
3.
Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
4.
Memiliki pengurus; dan
5.
Memiliki program Bantuan Hukum.
Menkumham
mengawasi dan memastikan penyelenggaraan bantuan hukum dan pemberian bantuan
hukum dijalankan sesuai asas dan tujuan yang ditetapkan, serta melakukan
verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga bantuan hukum atau organisasi
kemasyarakatan untuk memenuhi kelayakan sebagai pemberi bantuan hukum.
Jika
Anda tidak mampu membutuhkan bantuan hukum dari LBH atau organisasi
kemasyarakatan sebagai pemberi bantuan hukum, maka Anda disebut sebagai Penerima
Bantuan Hukum yaitu setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat
memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri (meliputi hak atas pangan, sandang,
layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau
perumahan).
Adapun
untuk memperoleh legal aid ini, pemohon (penerima bantuan hukum) harus memenuhi
syarat-syarat:
1.
Mengajukan permohonan secara lisan atau tertulis yang berisi sekurang-kurangnya
identitas pemohon dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan
bantuan hukum;
2.
Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkara; dan melampirkan surat
keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di
tempat tinggal pemohon Bantuan Hukum.
Jadi
berdasarkan penjelasan tersebut, berarti untuk mendapatkan legal aid (bantuan
hukum) dari pengacara di LBH atau organisasi kemasyarakatan harus memenuhi
syarat di atas salah satunya adalah surat keterangan miskin. Lalu bagaimana
untuk pro bono (meminta bantuan hukum kepada advokat) ?
Meminta
Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma Kepada Advokat (Pro Bono)
Apabila
melihat kembali perbedaan definisi antara legal aid dan probono pada penjelasan
di atas akan jelas terlihat bahwa pro bono diberikan oleh advokat dimanapun ia
berada (tidak terbatas pada LBH atau organisasi kemasyarakatan).
Sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 3 dan Pasal 10 PP 83/2008 dan Pasal 5 Peraturan
Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma (Peraturan Peradi 1/2010) pemberian
pro bono tidak terbatas di dalam ruang sidang/pengadilan (pada setiap tingkat
proses peradilan), tetapi juga dilakukan di luar pengadilan. Advokat harus
memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bantuan hukum yang dilakukan
dengan pembayaran honorarium.
Pengaturan
mengenai pro bono ini mengacu pada UU 18/2003, PP 83/2008, dan Peraturan Peradi
1/2010. Ketiga peraturan tersebut menyebutkan bahwa advokat wajib memberikan
bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.
Pencari
keadilan yang tidak mampu adalah orang perseorangan atau sekelompok orang yang
secara ekonomis tidak mampu yang memerlukan jasa hukum advokat untuk menangani
dan menyelesaikan masalah hukum.
Untuk
memperoleh pro bono, pencari keadilan mengajukan permohonan tertulis atau lisan
yang ditujukan:
1.
langsung kepada advokat; atau
2.
melalui organisasi advokat; atau
3.
melalui LBH.
Permohonan
tertulis tersebut sekurang-kurangnya harus memuat:
1.
Nama, alamat, dan pekerjaan pemohon; dan
2.
Uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan bantuan hukum.
3.
Melampirkan keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat yang berwenang.
Dengan
demikian dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan legal aid (bantuan hukum) atau
pro bono dari advokat, memang membutuhkan surat keterangan miskin atau surat
keterangan tidak mampu dari pejabat yang berwenang, hal itu sebagai syarat
untuk mendapatkan jasa hukum.
Jadi
jelas sudah, peran pemerintah dalam memberikan pelayanan keadilan hukum
ditengah-tengah masyarakat sudah sangat benar, dengan adanya pelayanan
pendampingan dan pembelaan hukum secara gratis telah terpenuhi Pancasila Sila
ke lima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, terutama bidang
hukum.
Dasar
Hukum:
1.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
2.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum;
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma;
4.
Peraturan Peradi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian
Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma.
*Penulis
Alumni STAIN Jember (UIN KHAS Jember), Aktif di Lembaga Bantuan Hukum Adhikara
Pancasila Indonesia (LBH API), dan Tim Hukum Media Berita Nasional Zona Post
Indonesia. Layanan Konsultasi Hukum : Ayopri, S.HI : WA. 085258500299. Alamat
Kantor: Jl. Pelita No.mor 25, Tamansari Indah, Tamansari, Kec. Bondowoso,
Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur 68216
0 Comments: