OLEH : AYOPRI AL JUFRI
Buruh,
pekerja, pegawai, tenaga kerja atau karyawan pada dasarnya adalah manusia yang
menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan
baik berupa uang maupun bentuk lainnya kepada Pemberi Kerja atau pengusaha atau
majikan.
Pada
dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja, maupun karyawan adalah sama. Namun
dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan,
hina, kasaran, dan sebagainya. sedangkan pekerja, tenaga kerja, dan karyawan
adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada
buruh yang tidak memakai otot tetapi otak dalam melakukan kerja. Akan tetapi,
pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu
pekerja. Hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang
berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.
Buruh
dibagi atas 2 klasifikasi besar:
1.
Buruh profesional - biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak
dalam bekerja
2.
Buruh kasar - biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam
bekerja
Buruh
adalah mereka yang berkerja pada usaha perorangan dan di berikan imbalan kerja
secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, baik
lisan maupun tertulis, yang biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara
harian. Buruh ada 2 yaitu Tenaga Kerja Harian ( Harian Tetap dan Harian Lepas)
dan Tenaga Kerja Borongan.
Tenaga
kerja tetap (permanent employee) yaitu pekerja yang memiliki perjanjian kerja
dengan pengusaha untuk jangka waktu tidak tertentu (permanent). Tenaga kerja
tetap, menurut PMK-252 ditambahkan menjadi sebagai berikut: Pegawai tetap
adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu
secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas
yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara
langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka
waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time)
dalam pekerjaan tersebut.
Pegawai
tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima penghasilan
apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja,
jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis
pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. Yang di dapat atau Hak Teanaga kerja
Lepas yaitu mendapat gaji sesuai kerjanya atau waktu kerja mereka, tanpa mendapat
jaminan sosial. Karena Tenaga Kerja tersebut bersifat kontrak, setelah kontrak
selesai, hubungan antara pekerja dan pemberi kerja pun juga selesai.
Penghasilan
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
1.
Upah harian adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan secara harian.
2.
Upah mingguan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai
yang terutang atau dibayarkan secara mingguan.
3.
Upah satuan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai yang
terutang atau dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang
dihasilkan.
4.
Upah borongan adalah upah atau imbalan yang diterima atau diperoleh pegawai
yang terutang atau dibayarkan berdasarkan penyelesaian suatu jenis pekerjaan
tertentu.
Adapun
fokus tulisan ini sesuai dengan konotasi buruh yang dimaksud adalah pekerja
kasar yang bekerja secara perorangan di suatu perusaan dengan mencurahkan
tenaga untuk mendapat upah, dimana perjuangannya dalam mendapatkan upah sesuai
dengan kebutuhan pokok, dimana aksi tuntutan buruh yang tergabung dalam Konfederasi
Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terjadi pada Selasa (26/10/2021) di 24
Provinsi dan 100 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Presiden
KSPI Said Iqbal menerangkan, aksi ini diikuti oleh para buruh yang berasal dari
1.000 pabrik di seluruh Indonesia dengan mengusung 4 tuntutan. Tuntutan
pertama, kata Said, buruh meminta upah minimum tahun 2022 naik sebesar 7 hingga
10%.
Aksi
buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)
tersebut menuntut 4 hak yang harus terpenuhi, pertama, kata Said, buruh meminta
upah minimum tahun 2022 naik sebesar 7 hingga 10%. kedua, KSPI mendesak agar
Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tetap diberlakukan. Baik UMSK tahun
2021 maupun 2022. Ketiga, buruh mendesak agar omnibus law UU Cipta Kerja
dibatalkan, Usut Tuntas dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan.
Tentu
tuntutan itu adalah harapan besar para buruh dalam meminta perlindungan negara
dalam memenuhi kebutuhannya, namun pemerintah juga harus bijak dan berkeadilan,
disatu sisi kepentingan buruh diakomodir, kepentingan Perusahaan juga
diperhatikan, sehingga terjadi keadilan antara pihak perusahaan dan buruh.
Kepentingan
pihak buruh dan perusahaan yang harus betul-betul jadi perhatian pemerintah
dalam memberikan keputusan atas tuntutan para buruh, kenaikan upah minimum
tidak dapat memenuhi ekspektasi semua pihak. Harus ada jalan tengah agar
besaran kenaikan upah minimum dapat mengakomodir kebutuhan buruh, sekaligus
sesuai dengan kemampuan perusahaan dan kondisi perekonomian nasional.
Keputusan
pemerintah harus mengacu pada pancasila, sila ke lima "keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia", dimana keadilan harus sesuai dengan semua
kepentingan, baik kepentingan buruh, perusahaan dan kepentingan ekonomi
nasional, tidak boleh ada ketimpangan antara pihak yang berkepentingan, apabila
terjadi ketimpangan, maka yang akan terjadi adalah mata rantai kepentinga juga
akan terputus, apabila ada yang terputus pasti akan ada kekacauan, itulah
pentingnya sila ke tiga dalam pancasila"persatuan Indonesia" dengan
mengakomodir semua kepentingan, maka tentu harapan Indonesia maju akan
benar-benar tercapai. Kita sangat optimis Indonesia Maju.
Kepentingan
buruh adalah mendapatkan gaji yang layak, seperti tuntutan Konfederasi Serikat
Pekerja Indonesia (KSPI) yaitu naik antara 7-10% berdasar hasil penelitiannya,
namun kepentingan perusahaan tentu juga punya hitungan hasil penghitungan Modal
dan biaya produksi, maka yang ingin dicapai adalah mendapatkan profit
(laba). Selain itu kepentingan Nasional
adalah menjaga keseimbangan harga, agar daya beli masyarakat tetap terjaga.
Hitungan-hitungan
itu harus betul-betul dicermati oleh pemerintah, karena ketika hanya satu
kepentingan yang diakomodir, nanti akan berimbas pada ekonomi nasional,
misalnya nanti semacam ada pemaksaan mengakomodir kepentingan buruh saja,
dengan merestui semua tuntutan tanpa terkecuali dan tanpa penghitungan yang
cermat, dan mengabaikan kepentingan perusahaan dan ekonomi nasional, maka akan
berakibat tidak baik, yang akan terjadi adalah kenaikan harga yang tidak
terkendali karena perusahaan terlalu besar mengeluarkan biaya produksi, lalu
akan terjadi kenaikan harga jual, itu akan berimbas pada daya beli masyarakat
akan menurun, sehingga mengakibatkan defisit ekonomi nasional. Tentu itu tidak
kita inginkan bersama.
Sebaliknya,
jika pemerintah tidak mendengarkan sama sekali aspirasi para buruh, yang akan
terjadi adalah mogok kerja dan akan berimbas pada proses industri akan
terhenti, setelah industri terhenti, yang akan terjadi adalah kelangkaan
barang, disitu juga akan berakibat pada defisit nasional, akan timbul krisis.
Oleh
karena itu, perlu saya ulangi dalam penutup tulisan ini, pihak pemerintah
selaku mediator antara Buruh dan Perusahaan harus benar-benar bijak dan adil
dalam mengakomodir semua kepentingan dan kebutuhan. Selain sebagai mediator,
pemerintah juga berperan sebagai operator, eksekutor dalam memberikan aturan
jelas kepada seluruh rakyat. Selain kepada pemerintah yang diberikan mandat
rakyat, lalu kepada siapa lagi? makanya peran pemerintah yang harus dipegang
teguh adalah "Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat".
*Penulis
Alumni STAIN Jember (UIN KHAS Jember), Aktif di Lembaga Bantuan Hukum Adhikara
Pancasila Indonesia (LBH API), dan Tim Hukum Media Berita Nasional Zona Post
Indonesia.
0 Comments: