Oleh : Ayopri Al jufri*
Tulisan
ini adalah jawaban atas laporan media asing Agence France-Presse (AFP) yang
berkantor di Paris. Dengan judul Artikel "Ketakwaan atau gangguan
kebisingan?" dimana penulisnya menggunakan nama samaran Rina.
Dalam
tulisannya tersebut mengeluhkan suara azan yang terlalu keras pada pukul 03.00
dini hari. Ia mengaku memiliki gangguan kecemasan, hingga mual ketika mendengar
suara azan itu. "Tidak ada yang berani untuk komplain soal itu di
sini," katanya.
Perlu
diketahui bahwa Suara Adzan menggunakan Pengeras suara di Indonesia telah
diatur dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: Kep/D/101/1978 tentang
Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musolla. Pada aturan
tersebut tertulis tentang keuntungan dan kerugian menggunakan pengeras suara di
masjid, langgar, dan Musolla.
Salah
satu keuntungan menggunakan pengeras suara seperti tertuang dalam instruksi
tersebut adalah sasaran penyampaian dakwah dapat lebih luas. Namun ada pula
kerugian dari penggunaan pengeras suara, yakni mengganggu orang yang sedang
beristirahat ataupun sedang menyelenggarakan upacara keagamaan.
Pada
aturan tersebut juga ditulis tentang keharusan menghormati tetangga. Berikut
ini kutipannya:
Dari
beberapa ayat Alquran terutama tentang kewajiban menghormati jiran/tetangga,
demikian juga dari banyak hadits Nabi Muhammad SAW menunjukkan adanya
batasan-batasan dalam hal keluarnya suara yang dapat menimbulkan gangguan
walaupun yang disuarakan adalah ayat suci, doa atau panggilan kebaikan
sebagaimana antara lain tercantum dalam dalil-dalil yang dilampirkan pada
keputusan Lokakarya P2A tentang Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musolla.
Untuk
suara azan, dalam aturan itu memang disebut harus ditinggikan. Tetapi tidak
diatur soal batasan meninggikan suara tersebut. Begini kutipannya:
Dari
tuntunan Nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus
ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak
dapat diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak
sumbang dan sebaiknya enak, merdu, dan syahdu.
Selain itu dasar kebebasan beragama juga tercantum dalam UUD 1945 dalam Pasal 29 Ayat (1) menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa." Sementara, Pasal 29 Ayat (2) menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.
Oleh
karena itu payung hukum Adzan menggunakan pengeras suara di Masjid, Musolla,
atau Langgar sudah tidak bisa diperdebatkan di negara ini, namun yang jadi
permasalahan sekarang ada pihak asing yang menjadi tamu lalu kemudian keberatan
dan menuduh suara adzan bising dan merasa mual, padahal warga sendiri tidak
merasa terganggu adanya adzan dengan pengeras suara.
Adzan
yang merupakan panggilan umat muslim untuk beribadah dikumandangkan 5 kali
sehari, adalah bentuk panggilan ketaqwaan, tidak merasa bising, karena itu
adalah panggilan kebahagiaan menghadap tuhan.
Memang
dalam Al-Qur'an telah disebutkan tentang ciri-ciri orang beriman seperti pada
Surat al-Anfal ayat 2:
Ø¥ِÙ†َّÙ…َا ٱلۡÙ…ُؤۡÙ…ِÙ†ُونَ
ٱلَّذِینَ Ø¥ِذَا ذُÙƒِرَ ٱللَّÙ‡ُ ÙˆَجِÙ„َتۡ Ù‚ُÙ„ُوبُÙ‡ُÙ…ۡ ÙˆَØ¥ِذَا تُÙ„ِÛŒَتۡ عَÙ„َÛŒۡÙ‡ِÙ…ۡ
Ø¡َایَÙ€ٰتُÙ‡ُÛ¥ زَادَتۡÙ‡ُÙ…ۡ Ø¥ِیمَÙ€ٰÙ†ࣰا
ÙˆَعَÙ„َÙ‰ٰ رَبِّÙ‡ِÙ…ۡ ÛŒَتَÙˆَÙƒَّÙ„ُونَ
Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila
disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka
bertawakal."(QS. al-Anfal: 2)
Mungkin
saja jika merasa mual adanya adzan hatinya belum tertanam iman, sehingga tidak
merasa gemetar dan bertambah keyakinannya, kita do'akan saja semoga segera
mendapat hidayah. Sehingga bisa mendengar dengan syahdu suara adzan yang merdu,
oleh karena itu suara adzan dengan pengeras suara tidak bisa dipersoalkan
karena waktunya hanya beberapa menit, jika dibandingkan dengan orkes dangdut
atau rock pementasan lainnya, tentu suara adzan belum seberapa bising.
Sebagai
tambahan, kita negara yang berdaulat, pihak asing tidak punya hak mengatur
kedaulatan kita, selain itu tolerasi di negara ini telah terjalin dengan sangat
rukun, jangan sampai kebisingan kritik pihak asing yang juga sebagai tamu
mengganggu kerukunan kita sesama warga Indonesia. Indonesia kuat, Indonesia
hebat dan Indonesia Berdaulat.
*Penulis
Alumni STAIN Jember (Sekarang UIN KHAS Jember)
0 Comments: