OLEH : MOH. GHAFUR HASBULLAH
Tulisan ini adalah sebagai upaya untuk meminimalisir
gesekan-gesekan yang kerap muncul dikala jelang dan pasca pemilihan kepala
desa, mengingat dalam waktu dekat di sebagian kabupaten akan di helat pilkades
serentak.
Bukan rahasia umum lagi, setiap kali jelang hajatan pergantian
pemimpin tingkat desa, dan pasca pemilihan, bola-bola panas sering dilempar
oleh oknum, umumnya golongan yang tidak sama pilihannya, dampaknya ialah
terpicunya perpecahan, permusuhan, perusakan, dan tindak anarkis.
Pada dasarnya setiap akan ada pesta demokrasi, baik di tingkat
pusat, provinsi, daerah maupun tingkat desa, acapkali terjadi pergesekan, entah
antar parpol, komunitas, suku, dan elemen masyarakat pendukung. Akan tetapi,
diantara yang sangat kentara kemelutnya adalah kala pemilihan kepala desa.
Pasalnya, masyarakat desa disebabkan keawamannya, acapkali mudah
tersulut emosi, yang pada akhirnya rentan terjadi bentrok antara tetangga yang
beda pilihan, perusakan, pencurian, kadangpula pengucilan seseorang.
Adalah sekian sebab yang bisa memicu konflik saat perhelatan
pilkades digelar, diantaranya sebagaimana analisa penulis secara pribadi, yaitu
;
1. Konflik pribadi calon.
2. Terlalu fanatik terhadap pilihannya.
3. Minimnya pengetahuan tentang demokrasi.
4. Isu hoaks yang tersebar.
5. Ketakukan akan kekalahan.
6. Landasan keagamaan yang kurang
Faktor di atas tersebut tidak menutup kemunkinan ada pemicu lagi,
hanya saja ke enam faktor tersebut kerap menjadi sumbu utama dalam berbagai
insiden permusuhan. Menanggapi fenomena ini, maka sudah seharusnya bagi semua
kalangan masyarakat, khususnya peranan para tokoh, kalangan akdemisi, dan para
sesepuh kampung untuk selalu menekankan kebersmaan daripada kemenangan semu.
Indonesia merupakan negara yang demokratis, dimana keadaan sistem
kenegaraan berdasarkan pemilihan rakyat. Secara epistemologis, demokrasi
terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang
berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan cretein atau cratos,
yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
Jadi, secara bahasa, demos-cratein atau demos-cratos
adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di
tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat, rakyat
berkuasa, pemerintah rakyat, dan oleh rakyat.
Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), demokrasi
adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta
memerintah dengan perantaraan wakilnya yang terpilih. Dalam KBBI, demokrasi
juga memiliki pengertian yang merujuk pada gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga negara.
Dalam pandangan agama Islam, demokrasi juga termasuk bagian dari
ajaran yang di legalkan, ialah karena pada dasarnya sistem demokrasi ialah
menciptakan kepemimpinan yang bisa di terima oleh berbagai kalangan, tercermin
pada masa pemilihan "Khulafaur-Rasyidiin", mereka semua terpilih menjadi
penerus estafet kepimpinan Islam melalui dasar musyawarah antar beberapa
shahabat, tidak lantas berdasarkan kekayaan maupun kekuatan.
Dengan kata lain, demokrasi adalah bagian dari sistem musyawarah
guna mencapai titik mufakat, saling rela, dan saling menerima dengan tangan
terbuka terhadap pilihan yang sudah di tentukan dalam forum musyawarah.
Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat asy-Syuura ayat 38,
وَالَّذِيْنَ
اسْتَجَابُوْا لِرَبِّهِمْ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَۖ وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى
بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)
seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; an mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami
berikan kepada mereka.” (QS. Asy Syura : 38).
Dengan demikian, proses pelaksanaan pemilihan kepala desa adalah
bagian dari implementasi demokrasi. Siapapun berhak mencalonkan, dan siapapun
berhak memilih calonnya masing-masing sesuai hati nuraninya. Tidak ada unsur
paksaan, pun juga tidak adanya kecurangan, semua haruslah berjalan sesuai
kerelaan dan keikhlasan masyarakat.
ARTI SEORANG TETANGGA
Tetangga adalah bagian kecil dari masyarakat desa, keberadaanya
adalah terciptanya kehidupan yang saling mengisi dan melengkapi, saling
menopang dan memberi sandaran satu dengan yang lainnya. Begitu urgennya seorang
tetangga, Rasulullah hingga menjadikan ukuran keimanan seseorang memandang
bagaimana seseorang menghormati tetangganya. Rasulullah SAW bersabda:
وَاللَّهِ
لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ
Artinya: “Demi Allah, tidaklah beriman. Demi Allah, tidaklah
beriman.”Ditanyakan kepada beliau,”Siapa itu wahai Rasulullah?”Beliau
menjawab,”Yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguan-gangguannya.” (Muttafaq’alaih;
al-Bukhari, No. 6016)
Dalam hadist lain, Nabi Muhammad Saw juga bersabda:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Artinya: "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya." (Muttafaqun Alaih al-Bukhari,
no.6018; Muslim, no.47).
Hadist di atas mengindikasikan bahwa dikatakan beriman bilamana
seseorang sudah bisa menjadikan aman dari perbuatan burukanya. Mengingat betapa
familiarnya kasus permusuhan antar tetangga sendiri bila tiba musim pergantian
kepala desa, maka dari itu, sudah seyogyanya kita saling menjaga diri, menahan
emosi, dan menghindari segala kemunkinan pertikaian yang terjadi.
Bagaimana munkin di katakan beriman bila ada dendam ? Dendam atas
ketidak terima akan kekalahan mestinya sudah bisa terkikis dengan pengetahuan
di atas, selain itu, dendam adalah bagian dari sifat warisan setan.
Sebagai bentuk ikhtiyar menjaga kerukunan bertangga meskipun tidak
sama dalam pilihan, maka dari itu, penulis catatkan beberapa etika dalam
bertetangga. Adapun di antara etika terhadap tetangga, baik muslim dan non
muslim yaitu:
1. Tidak menyakitinya dengan ucapan, atau perbuatan. Nabi Muhammad
bersabda:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ
Artinya: "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, maka jangan menyakiti tetangganya." (Muttafaq’alaih;
al-Bukhari, No. 6018; Muslim, No. 47)
2. Berbuat baik kepada tetangganya, di antaranya yaitu,
menolongnya jika ia meminta pertolongan, membantunya jika ia meminta bantuan,
menjenguknya jika ia sakit, menghiburnya jika ia mendapat musibah, mengucapkan
selamat jika ia bahagia, dan sebagainya. Hal ini sebagai mana sabda Nabi:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ
Artinya: "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, hendaklah ia berbuat baik kepada tetangganya." (Muttafaq’alaih;
al-Bukhari; Muslim, No. 47)
3. Bersikap dermawan dengan memberikan kebaikan kepadanya. Nabi
bersabda:
يَا
نِسَاءَ المُسْلِمَاتِ، لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا، وَلَوْ فِرْسِنَ
شَاةٍ
Artinya: "Hai wanita-wanita Muslimah, janganlah seorang
tetangga meremehkan tetangganya yang lain, kendati hanya dengan ujung kuku
kambing." (HR Bukhari No. 2566).
Sabda Nabi kepada Abu Dzar RA (Sahabat Nabi):
يَا
أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ
Artinya: "Hai Abu Dzar, jika engkau memasak kuah, maka
perbanyaklah airnya, kemudian berikan kepada tetanggamu." (HR
Bukhari).
4. Menghormati dan menghargainya dengan tidak melarangnya
meletakkan kayu di temboknya, tidak menjual atau menyewakan apa saja yang
menyatu dengan temboknya, dan tidak mendekat ke temboknya hingga ia
bermusyawarah dengannya berdasarkan sabda-sabda Nabi sebagai berikut:
لاَ
يَمْنَعْ أَحَدُكُمْ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَةً فِى جِدَارِهِ
Artinya: "Salah seorang dari kalian jangan sekali-kali
melarang tetangganya meletakkan kayu di dinding rumahnya." (Muttafaqun
Alaih).
Perbedaan merupakan sebuah keniscayaan, yang di larang ialah
perpecahan. Dengan demikian, sudah saatnya, perbedaan pilihan menjadikan sebuah
pembelajaran, beda pilihan tidak lantas menjadikan permusuhan, akan tetapi
lebih meyolidkan dalam membangun desa, kerena masing-masing lawan punya visi
dan misi yang berbeda, dan pada akhirnya visi-misinya akan dipadukan kala salah
satu dari pasangan sudah resmi menjabat kepala desa.
Sebagai bahan instropekai bagi pemenang, perlu di ingat bahwa
jabatan sebuah titipan, dan titipan pastinya nanti akan dimintai pertanggung
jawaban. Maka dari itulah, yang menang tidak harus berbangga diri. Pun demikian
bagi yang kalah, tidak perlu meratapi diri, apalagi meluapkan emosi dengan
memancing permusuhan.
Bagi semua pihak, haruslah tetap senantiasa menjaga amanah
masing-masing, karena pada dasarnya kita semua pemimpin, dan butuh pertanggunga
jawaban, selaras sabda Nabi Muhammad Saw:
وعن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ... (متفق عليه)
Artinya: "Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan
di mintai pertanggung jawaban atas apa yang kalian pimpin..." (Muttafaqun
Alaih; Riyad as-Salihin No. 283)
*Alumni PP. Lirboyo - Kediri tahun 2012. Aktif sebagai pengajar Madrasah Diniyah di Pondok Pesantren Darul Fikri, Pondok Pesantren Nurul Dhalam Kecamatan Wringin Bondowoso, dan sebagai pengusaha di bidang kerajinan “Tirai Bambu”.
0 Comments: