
Wartawan Dobel Jabatan, Begini Menurut Dewan Pers
JAKARTA - Anggota Dewan Pers M. Agung Dharmajaya, meminta wartawan menjunjung etika jurnalistik saat menjalankan profesi di lapangan.
Menurut Agung, karena
diatas peraturan perundang-udangan itu adalah etika. Dimana tugas fungsi
wartawan, bukan hanya tentang kemerdekaan pers.
"Tetapi
menyampaikan, menyuarakan, edukasi kepada publik", terang Agung lewat
sambungan selulernya, Sabtu (19/06/2021).
Persoalannya, kata
dia, saat ini banyak wartawan berprofesi ganda dan kemudian pada pelaksanaan di
lapangan bersinggungan serta kecenderungannya saling beririsan dan itu
berpotensi menjadi masalah.
Dirinya mencontohkan,
jika ada seorang wartawan kemudian merangkap sebagai pengacara akan berpengaruh
sekali kepada independensi pemberitaan.
"Apakah mungkin
secara etik, jika saya menjadi pengacara tidak akan berat sebelah jika menulis
pemberitaan", paparnya menambahkan.
Bagitupun jika
wartawan merangkap menjadi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga akan rawan
pada karya jurnalistik yang dihasilkan.
"Idealnya, ya
dia tidak boleh rangkap jabatan, pada profesi yang saling beririsan. Karena
rentan dan resistan terjadi penyimpangan," paparnya.
Divisi hukum dan
Perudang- undangan Dewan Pers ini juga kembali mencontohkan, jika ada wartawan
merangkap kontraktor.
"Jika dia kalah
dalam lelang tender, kemudian dia merasa tidak nyaman dan membuat pemberitaan
yang menyudutkan, itu sangat merugikan," tegas Agung menjelaskan.
Meskipun tidak diatur
secara tertulis aturan rangkap jabatan, kata Agung, namun itu sangat riskan
berpotensi menyimpang dari kode etik jurnalistik.
"Sepanjang
profesi itu tidak berurusan, beririsan dan berpotensi terjadi penyimpangan etik
terhadap wartawan, karena profesi wartawan itu independen, silahkan".
sebutnya.
"Kerana wartawan
itu harus profesional, proporsional, nyata, fakta, tidak berat sebelah, tidak
menguntungkan salah satu pihak, apakah kita sanggup seperti itu",
paparnya.
Begitupun jika ada wartawan
merangkap menjadi pengurus penting partai politik, dirinya juga tidak bisa
menjamin tidak akan melanggar etik.
“Apakah dia bisa menjamin dan memastikan tidak berpihak pada kepentingan. Kalau ditanya boleh, ya boleh. Tetapi, pertanyaan saya balik, apakah yakin bisa pegang etik jurnalistiknya”. pungkas pria lulusan S3 hukum di salah satu perguruan tinggi ternama di Jakarta ini.
Mohammad Hosni
0 Comments: